Thursday, October 2, 2025
spot_img
More

    Latest Posts

    Pentingnya Kolaborasi Pentahelix, Bank NTT Perkuat UMKM, Inklusi Keuangan dan Dampaknya Bagi Peningkatan PAD

    Peserta Foccuss Group Discussion tentang kolaborasi UMKM yang diselenggarakan oleh Bank NTT di Brezzee Resto Kupang, Selasa, 2 September 2025. Foto : fortuna

    KUPANG, fortuna.press –  Bertempat di Breeze Resto Jalan Frans Seda Kota Kupang, 2 September 2025, manajemen Kantor Pusat Bank NTT menggelar Foccus Group Discussion (FGD) “Sinergitas Aktor Pentahelix dalam Peningkatan Inklusi Keuangan” melibatkan sekitar 30 orang peserta dari unsur Jasa keuangan, Komunitas Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), pengusaha, akademisi, pemerintah dan juga media.

    Diskusi santai nan produktif itu dipandu oleh Guru Besar Undana, Prof.Ir Fredrik Lukas Benu,M.Si, P.hD didampingi Prof. Dr. David B.W.Pandie,MS, Plt.Direktur Utama Bank NTT Yohanes Landu Praing, Kadiv Riset dan Pengembangan Yuan Taneo, General Manager KSP TLM Zelsy E.Pah, perwakilan pemerintah, sejumlah aktivis LSM, pelaku UMKM, Media dan staf Bank NTT.

    Plt.Direktur Utama Bank NTT Yohanes Landu Praing saat itu menjelaskan maksud FDG itu untuk sharing informasi, saran pendapat juga kritik konstruktif dari semua pihak terutama para pelaku UMKM, mitra binsis, pengusaha, akademisi dan media yang berkompeten, terkait rencana peluncuran skim kredit UMKM dan KUR senilai Rp 1 triliun dari pemerintah yang memang harus tepat sasaran, tepat guna dan berdampak untuk kesejateraan masyarakat serta berkontribusi meningkatkan Pendapat Asli Daerah (PAD).

    Bank NTT sebagai badan usaha yang dalam aktivitasnya menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana dalam bentuk kredit dengan tujuan untuk peningkatan taraf hidup rakyat. Atas dasar itu maka selaku bank daerah, pihaknya terpanggil dan mempunyai kewajiban untuk menjalankan sesuai visi misi Bank NTT.

    Dalam konteks peningkatan UMKM kata Yohanes, Bank NTT tidak bisa berjalan sendiri, harus ada sinergitas dan kolaborasi produktif melibatkan akademisi, community, business, media dan pemerintah, LSM dan sebagainya terutama dalam melakukan pembinaan terhadap UMKM, peningkatan  pertumbuhan usaha, peningkatan  kesejahteraan dan paling penting ada keberlanjutan karena dengan keberlanjutan maka tujuan tadi mulia tadi terpenuhi.

    FDG tersebut diharapkan mendapatkan masukan produktif untuk pengembangan UMKM yang lebih baik sesuai target dan tentu selaras arahan Gubernur NTT Melki Laka Lena dan jajaran Pemprov guna bersama-sama mendongkrak PAD NTT yang kini dipatok Rp 2,8 triliun.

    “Bayangkan Pemda NTT menaikan target PAD dari Rp 1,4 triliun ke Rp 2,8 triliun dan Bank NTT sudah selayaknya berkontribusi menyukseskan progam pemerintah daerah. Dan ini hanya bisa melalui kolaborasi yang terekosistim dengan baik karena kalau ekosistim jalan, supply chain jalan maka harapan kita tercapai juga untuk UMKM keberlanjutan,”katanya

    Meski demikian dia berharap semuanya harus terbungkus pada tata kelola keuangan yang baik dan standar dengan tingkat resiko yang terukur pula. Duduk dan berdiskusi bersama tentu strategis agar visi misi pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota bisa diselaraskan dengan visi Bank NTT sebagai agent of development,”katanya lagi.

    Terkait Literasi Keuangan, Yohanes mengatakan bahwa literasi dan inklusi keuangan bagaikan gayung bersambut. Literasi yang rendah mengurangi pemahaman masyarakat tentang produk dan jasa layanan perbannkan yang bisa saja berpengerah pada tingkat inklusi.

    Sementara Kadiv Riset dan Pengembangan Yuan Taneo menjelasakan pentingnya pemahaman dan kolaborasi semua stakeholders terutama dalam kaitan dengan upaya peningkatan dan perluasan dukungan pembiayaan bagi pelaku UMKM.

    “Bank NTT diberi tantangan cukup besar dari Bapak Gubernur NTT untuk meningkatkan UMKM yang akan berujung pada PAD. Alokasi anggran senilai Rp 1 trliun untuk dikelola tapi harus menyiapkan SDM, pola dan kerjasama yang apik terutama kolaborasi media masa LSM koperasi untuk sama-sama sukseskan,” ujar Yuan.

    Prof. Fredrick Benu memberikan pandangan awal memantik jalannya diskusi. Foto : Fortuna

    Solusi dari Pajak dan Peningkatan UMKM

    Selaku Moderator, Prof. Fred Benu mencoba memantik diskusi awal dengan menampilkan target pencapaian PAD yang dipatok Pemerintah Provinsi NTT dari sebelumnya Rp 1,4 Triliun menjadi Rp 2,8 triliun. Target ini tentu tidak mudah meski tidak juga sulit kalau digenjot bareng dalam kolaborasi pentahelix melibatkan Komunitas UMKM, Pengusaha, akademisi, pemerintah dan media.

    Ada 3 solusi yang ditawarkan Prof. Fred saat itu yakni pertama Opsi Pajak yakni dengan melakukan tambahan pajak pendaraan untuk pengurusan PKB merujuk pada Perda Revisi No.1 tahun 2024; Kedua, mengintegrasikan PKB dengan pungutan parkir bagi pemilik kendaraan bermotor baik mobil maupun motor dengan sistim sekali bayar setahun bebas parkir, selain tentu naikan standar kinerja semua OPD.

    Ketiga, melalui institusi Bank NTT dengan memperkuat dukungan kepada UMKM memanfaatkan kebijakan KUR, disamping kreatifitas penyiapan Skim Kredit oleh Bank NTT dengan Interest Rate Margin yang tidak terlalu besar untuk UMKM (hanya sebagai intermediasi) namun melibatkan pendamping profesional dari LSM, komunitas keagamaan atau mitra bisnis lainnya dengan sistem bagi hasil. Skema ini penting untuk menjamin usaha UMKM itu berjalan dengan benar, berkembang, berkelanjutan  serta tidak menimbulkan kredit macet (NPL).

    “Kalau misalnya dia punya NEE (Net Earned Equity atau “ekuitas bersih yang diperoleh”) 6 persen maka jangan ambil semua, Bank ambil 4% dan 2 % diberikan kepada lembaga pendamping UMKM karena  Bank NTT hanya menjalankan fungsi intermediasi. Tapi untuk menjamin bahwa UMKM ini bisa menjalanakan usaha dengan benar maka perlu didamping para pihak sehingga ketakutan akan kredit macet tidak terjadi. Inilah pentinya kolaborasi,” katanya.

    Tidak itu saja, Prof. Fred menyampaikan kemungkinan bnyak kandala di masyarakat misalnya soal digitalisasi, literasi keuangan yang sejalan dengan kepentingan inklusi atau berapa yang bisa memanfaatkan literasi itu untuk pengembangan usaha.

    “Katakan ada fasilitas Mbanking, mesin EDC, Qris, Bpung Mobile, Aplikasi digital payment yang memudahkan pelaku UMKM dalam memanage usaha dan mendapat keuntungan atau tidak. Mereka  sudah menggunakan fasilitas teknologi yang ditawarkan untuk berusaha atau belum,  karena kenyataan juga mayoritas pelaku UMKM yang masih menggunakan pola konvensional,” ujarnya

    Adapun saat itu kepada peserta diminta memberi pandangan dari masing-masing profesi dan juga harapan apa yang bisa ditawarkan untuk kepentingan kolaborasi pengembangan UMKM tersebut.

    General Manager KPS TLM Zelsy E.Pah membagikan dan success story dan harapan untuk kolaborasi membangun UMKM NTT. Foto : Fortuna

    Kelompok Perempuan Dampingan Koperasi TLM

    General Manager KSP TLM, Zelsy W. Pah yang hadir dalam kesempatan itu berbagi pengalaman tentang success story kerja pihaknya dalam melakukan pendampingan kelompok perempuan dan banyak lapisan masyarakat. Koperasi yang melayani masyarakat di 5 provinsi di Indonesia tersebut menemukan ada banyak potensi bisnis yang ada di kota maupun desa-desa.

    Dikatakan, kerja pendampingan UMKM berbasis kelompok itu produktif apabila penetrasi usahanya telah mencapai 20 persen/desa/kelurahan karena sudah jadi miniature untuk pengembangan aneka potensi. Pelaku UMKM kemudian terklaster di setiap kabupaten/kecamatan/ desa dan di mapping berdasarkan data potensi desa. Disitulah baru diketahui apa yang bisa kita intervensi dan pola kolaborasinya seperti apa.

    “Pengalaman lapangan memang harus ada kolaborasi. Kita tidak bisa berjalan sendiri apalagi terkait pengembangan UMKM berbasis KUR. Kita sama-sama tahu bahwa perpanjangan tangan yang disampaikan pak Dirut Bank NTT itu penting, kalau mau kuat sendiri pasti rugi, jadi harus jalan bareng dan sharing profit juga,” katanya.

    Malekat dan Penjahat, Gubernur Diminta Siapkan Dana Talangan

    Zelsy juga menggambarkan banyak tantangan menarik dalam konteks Corporate Social Responsibility (CSR) ataupun sosial bisnis yang cendrung dikembangkan lembaga jasa keuangan bank maupun non bank.  Ia mewanti-wanti sosial bisnis, karena kadang niatnya jadi malekat penolong tetapi mesti jadi penjahat dahulu. Hal ini karena ada banyak pelaku UMKM punya kandala di skill, semangat, komunikasi dan lain sebgainya.

    Koperasi TLM yang selama ini menjadi salah satu mitra produktif Bank NTT juga telah melakukan terobosan untuk memberikan kredit konsumtif namun khusus bagi urusan pokok (Upok) seperti kredit pendidikan anak. Jadi pos produktif yang diberikan karena ada unit usaha, namun didesain untuk membiayai urusan konsumtif, membiayai anak sekolah dari uang hasil usaha UMKM yang ada.

    “Jadi Bank NTT bisa menolong dengan desain UMKM yang dikembangkan, tujuan untuk menyekolahkan anak. Untuk ini kita punya pengalaman dan bisa jalan bareng karena TLM modal terbatas hanya Rp 1 triliun saat ini jadi untuk melayani seluruh NTT tentu sulit, kita bisa kolaborasi untuk ini, katanya.

    Dia mengakui bahwa pembiayaan pendidikan pada segmen menengah itu boleh meski tidak mudah juga karena kondisi hari ini segmen menengah juga mengeluh soal pendidikan karena urusan menyimpan uang belum menjadi habit orang NTT.

    Demikian halnya kalau segmen kecil tentu sebagai insititusi keuangan memang beresiko apalagi Bank NTT yang selama mengambi investasi pada portofilio tertentu yang terlalu besar.

    Zelsy mengakui bahwa TLM ini besar dari Bank NTT terutama dalam 1 dekade belakangan. Aset TLM yang tembus satu triliun kini karena selalu bermitra dengan Bank NTT dan dari segmen pembiayaan ada sekitar Rp 250 miliar yang telah disalurkan untuk membantu orang di desa. Berkat itu katanya akan terus mengalir apabila Bank NTT terus berjuang bersama mengambil resiko dengan menggarap segmen besar ini yang potensial dan unbankable tapi tidak berani di sentuh oleh bank manapun.

    Dia berharap Gubernur Melki Laka Lena dan Wakil Gubernur Johny Asadoma sedapat mungkin menyiapkan dana talangan lebih banyak bersama Jamkrida untuk sama- sama gempur segmen ini tentu berkerjasama dengan tenaga pendamping dari LSM, pemerintah/dinas teknis  dan lain-lain yang digerakan bersama untuk pengendalian resiko-resiko binsis kedepan dan mensejahterakan masyarakat melalui segmen UMKM.

    Para Pelaku usaha berbagi suka dukanya merintis usahan mereka dari nol hingga sukses berkat kolaborasi dengan para pihak terutama dukungan modal dari perbankkan. Foto : Fortuna

    Kisah suka dukanya membangun usaha juga disampaikan oleh Gledys Naray salah seorang pengusaha produk kuliner dari Kupang yang memulai usaha dari nol hingga sukses merambah pemasaran di gerai-gerai moderen dan juga pemasaran ke negara Timor Leste. Dengan Brand UMKM MoriGe, Gledys mampu membuat aneka kue dan kukis berbahan dasar kelor yang kaya nutrisi dan vitamin bahkan telah menembus pasar internasional.

    Gledys merasakan pentingnya kolaborasi, tanpa kolaborasi dari semua pihak juga dukungan lembaga jasa keuangan seperti Bank NTT maka mustahil usaha ini bisa jalan,” katanya.

    Kisah yang sama disampaikan Roy seorang pengusaha komoditi Kelapa asal Maumere yang kini memasarkan produk kelapa secara utuh baik serabut, tempurung, isi hingga olahan kopra dari Maumere ke Surabaya Jawa Timur. Alumni Fakultas Ekonomi Undana itu menekuni usaha tersebut sejak dibangku kuliah dan kini telah sukses menembus pasar nasional. Dia berharap dukungan dari Bank NTT juga lembaga jasa keuangan sehingga usaha tersebut berkelanjutan.

    Pose bersama Peserta FDG usai kegiatan. Foto : dok.Fortuna

    Kolaborasi, Dukung OVOP dan Gerakan Beli NTT

    Adapun dalam forum itu banyak pihak mendorong agar kolaborasi stakeholders menjadi sebuah kebutuhan, didukung dengan literasi keuangan yang memadai khusus bagi para pelaku UMKM sehingga target inklusi keuangan yang dirancang bank NTT juga bisa terjawab.

    Beberapa pelaku UMKM jebolan Fakultas Ekonomi Bisnis Undana juga berbagai pengalaman usaha yang kian mengintegrasikan digitaliasi dalam pemasaran produk dan juga layanan jasa keuangan. Hal ini penting karena layanan aplikasi produk bisa mempermudah pelanggan/ masyarakat serta pentingnya kolaborasi semua pihak untuk mendukung program pemerintah provinsi NTT dalam progam One Village One Product (OVOP) dan juga gerakan beli NTT dengan mengoptimalkan supply and demand antara komsumen intra regional Nusa Tenggara Timur.

    Hal senada disampaikan Prof. Dr. David Pandie,MS yang lebih menyoroti pentingnya semangat berwirausaha bagi kalangan muda NTT. Karena seberapun duit yang mengalir ke NTT akan percuma kalau mental dagang “wirausaha” kita tidak ada. Disinilah butuh literasi tidak saja keuangan tapi juga literasi pentingnya membuka usaha mandiri.

    “NTT tidak kurang uang, tidak kurang modal, bansos ada dimana-mana, bahkan dipakai untuk judi online, banyak lembaga jasa keuangan yang siap menawarkan skim kredit berbunga murah untuk usaha, ada KUR bank, kredit lunak dari bank-bank, koperasi dan juga bantuan sosial dari berbagai lembaga. Tapi kita bisa hitung hanya berapa banyak orang NTT yang mau berusaha dan sukses. Justru sukses itu hanya milik sesama saudara kita dari Jawa, Bali, Bima, Bugis, Padang dan lain-lain yang mau berusaha dengan sungguh dan mau memanfaatkan semua kemudahan fasilitas  kredit yang ada,” ujar prof.David mengkritisi.

    Untuk itulah Prof.David menyarankan para pekerja media/wartawan untuk melakukan investigasi mendalam terhadap banyak usaha anak-anak muda di Kupang semisal usaha pangkas rambut dan lain yang mungkin karena kurangnya literasi keuangan mereka bisa saja membuka usaha mereka dengan modal dari pinjaman Online (Pinjol).

    Kisah Roy, salah satu pengusaha muda asal Maumere yang selama ini menekuni usaha kelapa dari Sikka dengan buyers dari Jawa Timur dan juga luar negeri. Foto : Fortuna

    Komitmen Inklusi Keuangan

    Untuk diketahui, Bank NTT berkomitmen meningkatkan inklusi keuangan di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui beberapa inisiatif strategis. Berikut beberapa upaya yang dilakukan:

    Pertama, Penguatan Sinergi Pentahelix: Bank NTT menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk meningkatkan akses keuangan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Provinsi NTT. FGD ini melibatkan pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, lembaga keuangan, dan media untuk membahas strategi peningkatan inklusi keuangan.

    Kedua, Pendataan Data Desa: Bank NTT melakukan pendataan data desa untuk memahami kebutuhan masyarakat dan menyusun program pembiayaan yang tepat sasaran. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan akses keuangan bagi UMKM, petani, peternak, dan nelayan.

    Ketiga, Digitalisasi Transaksi Pemerintah Daerah: Bank NTT juga melakukan digitalisasi transaksi pemerintah daerah melalui TP2DD untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.

    Keempat, Dukungan CSR: Bank NTT memberikan dukungan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam berbagai kegiatan masyarakat lokal untuk meningkatkan kesadaran dan literasi keuangan.

    Kelima, Kerja Sama dengan Pemerintah dan Lembaga Lain: Bank NTT bekerja sama dengan pemerintah daerah, lembaga keuangan, dan akademisi untuk meningkatkan inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi daerah. (tim/42na)

    Latest Posts

    spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

    Don't Miss

    Stay in touch

    To be updated with all the latest news, offers and special announcements.