Fortuna

Quo Vadis Pariwisata Maumere Ditengah Premiumnya Labuan Bajo

“Tidak boleh ada ego sektoral apalagi ego kedaerahan dalam konteks percepatan pembangunan pariwisata Flores sebagai sebuah kawasan”

Para Wisawatan Peserta Sail Indonesia disambut secara adat di Pantai Sao Wisata,Maumere. Foto : Majalah Fortuna/ tahun 2012

Esok, Jumat, 16 Oktober 2020 akan digelar kegiatan besar bertajuk pariwisata, di Hotel Silvia, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Namanya Bimtek Kemitraan Strategi Promosi Pariwisata di Era Adaptasi Kebiasaan Baru untuk Pasar Indonesia, ASEAN, Australia dan Oceania.

Kegiatan itu diselenggarakan oleh Deputi Pemasaran Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenpar RI yang menghadirkan Direktur Pemasaran Pariwisata, Vinsensius Jemadu, Anggota Komisi X DPR RI yang membidangi Pariwisata, Dr. Andreas Hugo Perera, Dirut Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF), Shana Fatina,  Para Pelaku Wisata dan Ekonomi Kreatif, Angota DPRD NTT, Bupati Sikka, Pimpinan dan anggota DPRD Sikka, Dinas Pariwisata Sikka  dan segenap pelaku wisata lainnya.

Sekilas informasi yang diperoleh www.fortuna.press bahwa materi yang pasti dibahas dalam kegiatan itu adalah terkait Strategi Kebijakan Pemasaran Pariwisata Regional I Kemenparekraf dengan Narasumber Vinsensius Jemadu, dan juga strategi pemasaran pariwisata di Era Kebiasaan Baru oleh Dirut BOPLBF, Shana Fatina.

Pertanyaannya tentu apakah dampak kegiatan tersebut bagi kemajuan pariwisata NTT, Flores dan khususnya Maumere, Kabupaten Sikka yang adalah salah satu destinasi wisata unggulan di provinsi NTT

Berikut sekilas catatan Redaksi Majalah FORTUNA, media pelopor pariwisata di NTT bagi para peserta Bimtek dan stakeholders terkait posisi strategis Maumere dan prospek pengembangan pariwisata Maumere yang nyaris “tenggelam” terutama pasca penetapan “Premiumnya” Labuan Bajo di Flores Barat.

Semua kita tentu tahu bahwa Maumere, sejak dahulu kala adalah pusat perdagangan dan jasa. Sudah lama pula kota Maumere dikenal sebagai pintu masuk trasportasi udara ke Pulau Flores. Bandara Frans Seda sebagai bandara tertua di Flores dianggap sebagai bandara paling nyaman yang bisa didarati pesawat propeler hingga jenis Boeing 737. Fasililitas Bandara ini boleh dibilang sangat memadai baik dari teknis maupun sumber dayanya. Tidak hanya akses udara, dari dari sisi transportasi laut juga menempatkan Maumere sebagai kota pelabuhan dengan intensitas bongkar muat paling ramai di Flores.

Maumere juga sudah jauh hari populer karena pesona budaya, alam, wisata sejarah, bahari terutama taman lautnya yang indah dan mendunia. Hadirnya Sao Wisata Resort, Sea World, aneka hotel dan usaha jasa pariwisata, sanggar seni budaya dan lainnya menjadi indikasi bahwa sejak tahun 1970-an, pariwisata Sikka sangat berkembang.

Pentingnya Peran Pusat dan Daerah

Nah, posisi strategis dan magnet wisata Maumere itu kini seakan perlahan tergerus. Pembangunan berbagai infrastruktur terkesan lamban jika dibandingkan dengan kota Labuan Bajo Kabupaten di Manggarai Barat. Hal itu adalah dampak dari kebijakan politik pariwisata nasional untuk Percepatan pembangunan infrastruktur di Labuan Bajo pasca suksesnya Taman Nasional Komodo sebagai The New Seven Wonders tahun 2013.

Menjadi Nominator 7 Keajaiban Dunia ini memacu  keterlibatan masif pemerintah pusat dan lintas stakeholders untuk membangun infrastruktur disana. Labuan Bajo kemudian oleh Presiden Joko Widodo ditetapkan sebagai pilot project, masuk 5 destinasi prioritas pariwisata nasional atau istilah beken hari ini sebagai Destinasi Super Premium.

Kebijakan percepatan pembangunan pariwisata yang didukung lintas sektor itu membuat Labuan Bajo sekejab kesohor dan go internasional. Dengan kekautan utama TN Komodo, Labuan Bajo kemudian secara kasat mata “menggeser” posisi Maumere sebagai kota jasa dan pusat perdagangan selama sekian dekade itu.

Sekilas data statistik terpantau ratio kunjungan wisata ke Maumere meleset jauh dari Labuan Bajo bahkan hampir 4 kali lipat. Pada 2018, jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo mencapai 163.807 orang, sedangkan pada 2019 meningkat menjadi 184.206 wisatawan (beritasatu.com).

Sementara Kabupaten Sikka mencatat ada peningkatan jumlah kunjungan di tahun 2018 menjadi 50.212 wisatawan, terdiri dari 11.568 wisatawan mancanegara dan 38.644 wisatawan nusantara. Adapun kenaikan hanya berkisar 2800 orang bila dibandingkan dengan data tahun 2017 dimana ada 47.228 wisatawan, terdiri dari 10.454 wisatawan mancanegara dan 36.774 wisatawan nusantara. (SuaraSikka.com).

Data tersebut memperlihatkan peningkatan kunjungan wisatawan belum begitu optimal atau bergerak lamban sejak tahun 2017. Selain itu kurangnya frekuensi dan akses penerbangan dari dan ke Maumere via Denpasar, Makasar dan Kupang. Terakhir penutupan operasi Meskapai Garuda Indonesia Denpasar- Maumere menjadi indikasi kuat kemunduran tersebut.

Memandang fakta yang terjadi maka Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo dan Wakil Bupati, Romanus Woga tentu tidak boleh tinggal diam. Dalam berbagai kesempatan, pria yang biasa disapa Roby Idong itu menggelorakan komitmen untuk mengembalikan kejayaan Maumere sebagai sentral perdagangan dan jasa (pariwisata) di Pulau Flores.

Kalau Labuan Bajo maju karena pariwisata maka Maumere juga harus disejajarkan dari sisi kesiapan infrastruktur dan SDM dalam rangka mendukung kemajuan bersama terutama dari sektor perdagangan dan usaha jasa pariwisata yang kini jadi prime mover ekonomi.

Pariwisata di Maumere dan Labuan Bajo harus terkoneksi sebagai sebuah kawasan wisata Flores. Pelaku Wisata harus menjual pariwisata Flores dengan konsep Flores Overland. Hal ini dikarenakan kabupaten Sikka juga mempunyai potensi taman laut yang mendunia, selain adalah destinasi yang kaya budaya, tradisi, alam, religi dan juga berbagai daya tarik wisata minat khusus.

Dalam konteks ini, Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo atau Roby Idong menginginkan agar pembangunan pariwisata Flores harus sinergis dan terintegrasi sebagai kepentingan  bersama kawasan.

Dalam bincang santai dengan Fortuna, Roby mengatakan bahwa kemajuan pariwisata Flores harus  menjadi “kegelisahan” dan visi bersama semua bupati se-daratan Flores-Lembata untuk menjual dan memasarkan keunikan Flores yang lengkap dan beranekaragam itu secara bersama-sama.

Baginya penjualan paket wisata tidak boleh berhenti hanya sampai di Labuan Bajo, tetapi harus menjalar ke Ruteng- Borong- Bajawa- Nagekeo, Ende hingga Maumere, Larantuka dan Lembata. Ini benar tapi sejauhmana koordinasi dan kondisi kenoetivitas hingga hari ini?

Paket Flores Overland harus menjadi alternatif, dan itulah tugas bersama semua Bupati dan DPRD se-daratan Flores Lembata terutama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo FLores (BOPLBF) sehingga manfaat pembangunan pariwisata di Labuan Bajo kini harus bisa dirasakan bersama masyrakat Flores oleh karena adanya sinergi.

Tidak boleh ada ego sektoral apalagi ego kedaerahan dalam kerangka percepatan pembangunan pariwisata Flores sebagai sebuah kawasan

Salah satu solusi dari sisi transportasi yakni bahwa Bandara  Frans Seda Maumere dan Bandara Komodo di Labuan Bajo harus benar-benar didesain menjadi pintu masuk dan juga pintu keluarnya wisatawan yang menikmati paket wisata Flores Overland itu.

Para Penumpang dari Bandara Frans Seda Maumere menuju Denpasar, tahun 2018. Foto : Majalah Fortuna

Pusat Perdagangan dan Jasa

Pemerintah Kabupaten Sikka konon tengah menyiapkan berbagai program strategis dan rencana aksi untuk menjadikan Maumere sebagai pusat perdagangan dan jasa. Demi alasan itupula infrastruktur perhubungan darat laut dan udara juga dukungan sarana akomodasi harus ditingkatkan. Bandara Frans Seda Maumere sebagai pintu masuk Flores misalnya harus terus ditingkatkan baik dari sisi kualitas fisik, SDM hingga manajemen pelayanan.

Tidak hanya itu, Bandara Frans Seda juga harus menjadi Hub/ penghubung bagi daerah lain di Flores maupun kota Kabupaten lain di NTT.  Kalau selama ini hanya Maumere Kupang, Maumere Denpasar dan Maumere Makasar, maka kedepan Penerbangan Maumere ke Labuan Bajo, Maumere ke Lembata, Maumere ke Waingapu harus dibuka. Memang ini butuh analisa bisnis dari para operator penerbangan tapi disini juga lah political will pemerintah dipertaruhkan

Dalam diskusi lepas dengan www.fortuna.press, Bupati Fransiskus Diogo mengatakan Runway Bandara ini akan diperlebar 45 meter dan diperpanjang hingga 2500 meter menuju laut dengan konsep terowongan. Tujuanya bisa didarati pesawat berbadan lebar dan mengakut lebih banyak penumpang. Dengan demikian banyak orang mau datang ke Maumere karena harga tiketpun dipastikan murah.

Dia berharap lebih banyak pesawat yang singgah di Maumere dengan tujuan dari Kupang, Denpasar, Makasar, Labuan Bajo, Lombok bahkan penerbangan internasional langsung dari Bandara Frans Seda Maumere.

Pemkab Sikka juga menginginkan agar Pelabuhan Lorens Say Maumere segera mungkin menjadi pelabuhan ekspor impor. Dengan status ini maka semua aktivitas bongkar maut hingga pemasaran produk- produk pertanian, peternakan termasuk hasil perikanan yang menjadi komoditi unggulan dari kabupaten Sikka dan kota-kota lain di Flores bisa terkonsentrasi di pelabuhan Lorens Say Maumere. Komoditi unggulan Flroes ini selanjutnya dikirim langsung ke berbagai kota tujuan di Indonesia dan juga ke negara-negara tujuan ekspor.

Terkait pemasaran dan skim ekspor produk-produk unggulan tersebut Roby Idong berharap kalau bisa tidak dalam bentuk bahan baku tetapi produk setengah jadi atau produk olahan langsung  dari pabriknya di Maumere untuk dikirim keluar.

Itulah alasan mengapa Ia dan Wakil Bupati Romanus Woga terus mengelorakan Bela Beli Sikka, semua potensi lokal yang dimiliki harus diolah maksimal menjadi produk yang bisa bermanfaat langsung untuk masyrakat kabupaten Sikka dan sekitarnya. Mampukah Bela Beli Sikka  menjadi sumber daya unggul yang juga bisa mendorong perkembangan ekraf dan industri pariwisata di Sikka, Quo Vadis. (Penulis : Fidelis Nogor- Pemred Majalah Fortuna)

Kantor Pusat Kopdit Pintu Air. Foto : Fortuna

%d blogger menyukai ini: