Fortuna

Bliran Sina – Blatan Jawa; Bukti Network Leluhur Zaman Dulu

“Relasi istimewa Masyarakat Krowe dengan Sina Jawa lebih dalam lagi pada hal spiritual. Karena prototipe ideal dalam ritual pun menggunakan padanan nama Sina Jawa”

oleh : Simply da Flores

Ungkapan Bliran Sina Blatan Jawa, adalah bahasa daerah Krowe di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ini ungkapan yang banyak arti dan luas maknanya, sesuai dengan konteks pemakaiannya.

Saya tertarik menulis hal ini, karena terpesona maknanya. Kebetulan saya berasal dari wilayah bahasa Krowe, dan terlahir dari kampung yang menggunakan bahasa daerah ini.

Tarian Tradisional Tua Reta Lou, sebuah tradisi dan atraksi budaya warisan sanggar Bliran Sina. Foto : dok.Fortuna

Bliran Sina – Blatan Jawa

Arti lurus dari padanan kata ini adalah bliran = sejuk, Sina = China, Blatan = dingin, Jawa = Jawa. Jadi, arti lurusya, sejuknya China dan dinginnya Jawa.

Bliran Blatan adalah kata majemuk dalam bahasa Krowe, untuk menegaskan sejumlah arti secara lengkap bahwa perpaduan kata sejuk dan dingin untuk mengatakan harmoni, kedamaian, keselarasan dan keserasian dalam pribadi manusia yang multi dimensi, jiwa raganya.

Sina dan Jawa adalah padanan nama secara budaya dan wilayah yakni budaya China dan Jawa, yang sekaligus menegaskan sebuah prototipe ideal keluhuran nilai budaya yang didambakan masyarakat Krowe. Lebih dari itu, ungkapan Sina Jawa menegaskan adanya relasi kultural yang kental sejak zaman megalitik, sebelum Masehi dan zaman Kerajaan, antara masyarakat Krowe dan Sina Jawa.

Ada ungkapan yang istimewa ketika orangtua memberikan teladan, warisan nilai dan doa bagi anak-cucu, kata Sina Jawa digunakan sebagai penegasan makna petuah ajaran luhir. “Inat diat nora liar Sina, Amat dokang nora rang Jawa”.

Sedemikian kentalnya relasi dengan Sina Jawa sebagai prototipe ideal harkat martabat, maka sampai soal petuah dan ajaran ibu bapa kepada anak pun dilabelkan dengan kata Sina Jawa. “Ibu memberikan ajaran serta cinta dengan suara Sina-China, Bapak menyampaikan kasih sayang dan petuah dengan kata-kata Jawa”

Ribuan wisatawan yang terus mendatangi sanggar budaya Bliran Sina untuk menikmati sejumlah atraksi wisata sekaligus jendela belajar tentang kearifan lokal yang kian asri oleh pemiliknya. Foto : dok.Fortuna

Tentang perabot rumah tangga  yang berasal dari tradisi China dan Jawa, ada ungkapannya. “Pigang sisan – Luli lokan, pigang Sina – makok Jawa”. Piring dan mangkuk untuk sesaji ritual, adalah piring China – Mangkuk Jawa. Relasi istimewa Masyarakat Krowe dengan Sina Jawa lebih dalam lagi pada hal spiritual. Karena prototipe ideal dalam ritual pun menggunakan padanan nama Sina Jawa.

Pertanyaannya, apakah ada relasi perkawinan dan asal usul suku Krowe dengan Sina Jawa ? Mungkin perlu penelitian lebih lanjut secara etnografi, antropologi budaya, juga sejarah. Mengapa Sina Jawa begitu integral dalam adat budaya Ata Krowe – Masyarakat Adat Budaya Krowe ?

Yang sangat menarik bagiku, bahwa soal berjaringan – networking, dan kolaborasi multi kultur para leluhur Krowe.  Rupanya sudah ada pengalaman dalam tradisi budaya di wilayah Krowe, Kabupaten Sikka, dengan budaya luar komunitas.

Mungkin juga wilayah pulau Flores lainnya. Ada sempat juga mendengar cerita bahwa di masyarakat pulau Timor pun memiliki relasi yang mirip, dengan ungkapannya  “Sina Muti Malaka” – Cina Orang Putih dan Malaka. Ada relasi budaya antara masyarakat asli di pulau Timor dengan orang China, Eropa dan Malaka.

Saya mempunyai keyakinan untuk mengatakan bahwa leluhur di Krowe, Flores dan Flobamora sudah sangat lama memiliki relasi berjaringan dengan komunitas budaya luar; dari Jawa, Bugis, Bajo, Buton, China, Malaka, Siam dan Eropa. Bukan saja saat penjajahan, tetapi relasi dagang jauh sebelum penjajah Eropa, dan zaman Kerajaan kuno, bahkan sebelum Masehi. Sedikit kesulitan adalah soal tradisi tulisan untuk data sejarah, karena wilayah Krowe dan seluruh Flobamora adalah mayoritas tradisi lisan.

Gong Waning, sebuah paduan musik tradisional yang menghentak, apik dan sangat menghibur bagi pengunjung/ wisatawan. Foto : dok.Fortuna

Sanggar Bliran Sina

Sekitar sebulan lalu, dalam rangka perjalanan kampanye program  Presiden, Bangga Buatan Indonesia, yang dilakukan oleh Kemenkominfo di Maumuere, satu agendanya adalah mengunjungi Sanggar Bliran Sina. Tema program di wilayah NTT adalah Kilau digital Permata Flobamora. Tujuannya, melalui sarana digital, dapat didorong berbagai upaya ekonomi kreatif dari UMKM untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Sanggar Bliran Sina – Blatan Jawa, ada di sekitar komplek SD- SMP Hewerbura, Kampung Watublapi, Desa Kajowair, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, Flores, NTT. Sanggar ini adalah inisiatif komunitas masyarakat di desa ini, dengan salah satu motivator adalah alm. Pater H. Bollen, SVD, saat beliau bertugas sebagai Pastor di Paroki MBC Watublapi.

Sejarah panjang inisiatif ini, melahirkan kegiatan berupa kerajinan Ikat Tenun, Kesenian Tradisi adat budaya dan kreasi baru dalam kerajinan tangan maupun paket kunjungan wisatawan.

Menurut penjelasan Ketua Sanggar, Yosef Gervasius, bahwa alm. ayahnya, Bp.Rewo yang dahulu sebagai Kepala Desa, dan Ibunya sebagai pengrajin Ikat Tenun serta pegiat kesenian, adalah pelopor yang mengawali Sanggar  dan berkembang hingga sekarang.

Proses budaya Ikat Tenun, dengan pewarna alam warisan tradisi menjadi satu kekhasan dalam sanggar ini. Para anggota bisa mendemonstrasikan proses pengolahan kapas menjadi benang, lalu pakan untuk motif dan tenunan, pewarnaan dan hasil kerja ikat tenun. Hasilnya bisa dibeli peminat – wisatawan pengunjung. Ada juga paket kesenian yang ditampilkan, baik musik tari tradisi maupun kreasi etnik yang berkembang sesuai kebutuhan dan kreativitas anggota.

Anggota sanggar Bliran Sina dan lokasi ini, secara adat budaya bukan kampung adat asli. Ini adalah hunian baru, yang dahulunya kebun, karena ada kemudahan akses serta hadirnya jalan raya, sekolah dan pusat kegiatan agama Katholik. Kampung adat yang mewariskan seni budaya dan kerajinan Ikat tenun adalah dari Hewokloang, Dokar dan Baomekot.

Dari beberapa kali mengikuti kegiatan di tempat Sanggar ini, saya selalu mendengar penegasan saat bercerita maupun ritual penyambutan, diungkapkan soal arti dan makna Bliran Sina – Blatan Jawa. Rupanya, ungkapan Liran Sina Blatan Jawa, tidak saja soal sejarah relasi leluhur dengan bangsa Sina dan Jawa, tetapi lebih dari itu sudahenjadi identitas kultural dalam sanggar ini dan masyarakat Krowe bahwa nilai luhur prototipe Sina Jawa adalah bagian integral keberadaan masyarakat adat budaya di sini.

Sajian pangan lokal yang bisa anda cicipi ketika berkunjung ke Bliran Sina. Foto : dok.Fortuna

Dengan spirit Bliran Sina – Blatan Jawa, kiranya upaya pemberdayaan ekonomi di Sanggar ini semakin maju dan berdaya-guna. Apalagi jika dipermudah oleh keunggulan digitalisasi zaman now. Kolaborasi, networking, transformasi dan inovasi khasanah adat budaya; khususnya kerajinan Ikat tenun dan kesenian tradisi, kiranya menjadi kekuatan ekonomi baru untuk menghadapi masa sulit pandemi covid19, juga upaya UKMK, untuk kesejahteraan anggota sanggar dan komunitas, maupun masyarakat desa sekitarnya.

Bliran Sina – Blatan Jawa, dan masih banyak khasanah tradisi lisan dalam adat budaya lokal, kiranya bisa digali dan dikembangkan untuk inovasi kita generasi zaman now, dalam membangun jaringan dan kolaborasi di berbagai bidang untuk kemajuan kesejahteraan hidup yang bermartabat dan berkelanjutan. (Penulis : Simly da Flores)

Kantor Pusat Kopdit Pintu Air. Foto : Fortuna

%d blogger menyukai ini: