
ENDE, fortuna.press – Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Ekraf) mengelar kegiatan Pelatihan, Bimtek, dan Pendampingan ekonomi kreatif berbasis potensi lokal di rumah Ekraf – Moni, Desa Koanara Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, 14 -16 Juli 2025
Pembukaan Bimtek dilakukan oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Ende Mohammad Sahab dihadiri oleh Kepala Dinas Parekraf Provinsi NTT Noldy Pellokila yang diwakili oleh Kabid Ekraf Johny Lie Rohi, Anggota DRPD Ende Ferdinandus Watu, Camat Kelimutu, Camat Detusoko, Kasie Ekraf Disparekraf NTT Marloan Xaverin Lolang, Kepala Desa Waturaka, Koanara, Wologai Tengah, Golulada, 40 orang peserta pelaku UMKM serta para narasumber
Ketua Panitia Pelaksana Bimtek Drs. Johny Lie Rohi,MM dalam laporannya mengatakan tujuan dari pelaksanaan kegiatan tersebut antara lain meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengolah hasil pertanian; meningkatkan nilai tambah produk hasil pertanian; meningkatkan motivasi berwirausaha; serta meningkatkan akses pasar produk UMKM.
Tujuan lain yakni meningkatkan jumlah wirausaha yang berkualitas serta terbentuknya kelompok usaha masyarakat yang berbadan hukum; menumbuhkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang kuat dikalangan masyarakat; membudayakan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan dikalangan UMKM serta bertambahnya hasil produksi ekonomi kreatif yang mendapat sertifikasi HKI personal yaitu merek kolektif.
Adapun sasaran atau penerima manfaat dari kegaitan ini adalah pelaku UMKM di provinsi NTT khususnya di desa Koanara dan Waturaka kecamatan kelimutu serta desa Wologai Tengah dan Golulada kecamatan Detusoko.
Adapun dua produk lokal yang mendapat sorotan utama dalam Bimtek dan pendampingn kali ini yakni pembuatan bumbu kering dan pengolahan kopi.

Beberapa materi dan narasumber yang dihadirkan kata Johni antara lain kebijakan pariwisata dan ekonomi kreatif yang disampaikan oleh Kepala Dinas Parekraf NTT Noldy Pellokila dan Kadispar Ende Mohammad Sahab, Peran koperasi terhadap pemasaran hasil produk UMKM yang disampaikan oleh pegiat koperasi dari Koperasi TLM Cabang Ende, Membangun jiwa enterpreunership berbasis potensi lokal serta branding, pengembangan produk dan digitalisasi produk dan pemasaran efektif oleh Ferdinandus Watu yang adalah pelaku usaha dan anggota DPRD Kabupaten Ende
Materi lain yakni terkait hospitality, higienitas dan service excellent oleh Johny Lie Rohi (Kabid Ekraf Disparekraf NTT) juga Pengenalan produk, peralatan pendukung dan pengemasan produk, manajemen usaha dan manajemen keuangan oleh Sischa Solokana.
Para peserta juga mendapatkan materi tentang pengetahuan dasar dan prosesing kopi, bisnis serta teknik menyedu kopi yang dipaparkan oleh Desiyanti Karlina Jacob serta Pengetahuan dasar tentang prosesing dan peracikan bumbu kering oleh Falentinus Reku.
Menariknya selama 3 hari kegiatan Bimtek, para peserta juga langsung mendapatkan teori dan praktek simulasi tentang pengolahan bumbu kering dan prosesing kopi langsung dari para praktisinya.
Sejalan Dengan Program OVOP
Gubernur NTT Emanuel Melkiades Lakalena dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kadispar Ende saat membuka kegiatan tersebut mengatakan kegiatan bimbingan teknis pengembangan nilai produk lokal dan pengemasan produk ini dilaksanakan dengan maksud untuk mewujudkan salah satu program dasa cita pemerintah provinsi NTT yaitu dari ladang dan laut ke pasar : efisien modern dan aman, atau secara singkat disebut dengan hilirisasi serta mewujudkan program one village one product (ovop), satu desa satu produk.
Dengan demikian katanya, segala potensi yang ada dan dimiliki oleh masyarakat mempunyai nilai tambah produk dengan merubahnya menjadi produk setengah jadi maupun barang jadi.
Koanara kata Gubernur Melki adalah sebuah desa di Kecamatan Kelimutu, yang dikenal sebagai pintu gerbang menuju danau Kelimutu atau danau tiga warna, desa ini juga merupakan desa wisata yang menawarkan pengalaman hidup di alam dan budaya pedesaan, termasuk melihat kehidupan sehari – hari penduduknya.
Koanara juga dikenal karena memiliki kampung adat yang kaya akan tradisi dan warisan budaya, seperti tupu mbusu (batu lonjong), Sa’o keda (rumah musyawarah adat), Kanga (area lingkaran), serta sa’o bhaku (tempat penyimpanan tulang belulang leluhur). Desa ini juga menjadi pusat pelayanan bagi wisatawan, termasuk sebagai terminal transportasi, pusat akomodasi, gastronomi, dan pusat pameran budaya.
Tidak hanya itu, hasil pertanian utama di empat desa yang menjadi sasaran peserta pelatihan ini yaitu desa Koanara, Waturaka, Wologai Tengah serta Golulada yang meliputi tanaman pangan seperti jagung, padi, dan ubi jalar, serta berbagai jenis sayuran dan buah – buahan termasuk kopi dan tanaman hortikultura lainnya.
Menurut Gubernur Melki, adanya potensi andalan tersebut yang mendorong pemerintah provinsi NTT untuk menyelenggarakan bimbingan teknis ini dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas dan ketrampilan masyarakat dalam mengolah produk pertanian, meningkatkan nilai tambah produk pertanian, menumbuhkembangkan jiwa dan karakter wirausaha masyarakat, meningkatkan akses pasar dan permodalan, pelindungan produk kreatif (hak kekayaan intelektual) yang semuanya bermuara pada aspek pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bimtek itu juga merupakan langkah awal untuk membangun ekosistem ekonomi kreatif yang lebih komprehensif terutama dengan kerja – kerja sinergitas dan kolabotatif antar berbagai pemangku kepentingan (penthahelix).
“Pemerintah provinsi sangat berterimakasih atas model kerja kolaboratif yang dilakukan dalam kegiatan ini antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan desa serta komunitas sehingga apa yang direncanakan dan diharapkan dari kegiatan ini bisa terwujud secara efektif,’”ujar Melki yang adalah juga Putra Lio Ende ini
NTT Punya 10.803 Pelaku Usaha.
Pada saat itu, Gubernur NTT Melki Lakalena juga memaparkan potensi ekonomi kreatif NTT yang sangat besar, terutama dari sub sektor kuliner, kriya, fashion dan seni pertunjukan. Tercatat pelaku usaha ekonomi kreatif yang ada di NTT berjumlah 10.803 pelaku usaha yang tersebar di 22 kabupaten/kota dan didominasi subsektor kriya sebanyak 7.769 pelaku (71,92 %), kuliner sebanyak 2.389 pelaku (22,11 %) dan fashion 305 pelaku (2,82 %). Hal ini menunjukkan bahwa usaha ekonomi kreatif sudah mulai diminati oleh masyarakat sebagai penggerak kreativitas dan ekonomi lokal.
Meski demikian ada beberapa kendala dalam pengembangan ekonomi kreatif di NTT antara lain :
- Keterbatasan pengembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif;
- Keterbatasan pengembangan ekosistem ekonomi kreatif termasuk akses permodalan, promosi, insentif dan infrastruktur;
- Keterbatasan kerjasama dalam membangun jejaring ekonomi kreatif untuk mewujudkan sinergitas diantara pemangku kepentingan;
- Masih banyak pelaku usaha ekonomi kreatif yang belum berbadan hukum;
- Terbatasnya pemanfaatan teknologi informasi dalam produksi dan pemasaran produk usaha;
- Masih banyak pelaku yang bersandar pada penggunaan modal sendiri;
- Produk usaha yang belum terlindungi hak kekayaan intelektual (hki);
Untuk menjawab berbagai permasalahan dibidang ekonomi kreatif tersebut, maka pemerintah provinsi telah menetapkan Perda 4 tahun 2023 tentang pelindungan, pemanfaatan dan pengembangan ekonomi kreatif dan ekspresi budaya tradisional, yang mengatur tentang :
- Pendataan dan perencanaan ekonomi kreatif;
- Pngembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif;
- Pengembangan ekosistem ekonomi kreatif;
- Kerjasama dan penghargaan
Pantauan fortuna.pres, kegiatan Bimtek Pelatihan dan Pendampingan bagi para pelaku UMKM tersebut berlangsung efektif dan memberikan referensi pengetahuan, pengalaman dan juga praktek hidup lokal yang sangat sesuai dengan potensi dan daya dukung daerah. (Tim/42na)



