Oleh : Verry Guru (Kasubag Kepegawaian dan Umum Disnakertrans Provinsi NTT)
Gerbong mutasi dan promosi para pejabat di lingkup Pemerintah Provinsi NTT di bawah kepemimpinan Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena dan Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma; untuk kedua kalinya bergulir. Gedung Olah Raga (GOR) Oepoi Kupang, pada Rabu 8 Oktober 2025 pagi, menjadi “saksi bisu” prosesi pengukuhan dan pelantikan 617 pejabat administrator (eselon 3) dan pejabat pengawas (eselon 4) oleh Gubernur Melki Laka Lena.
Secara normatif Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Provinsi NTT yang sementara “dikomandani” Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTT, (dapat dikatakan) telah bekerja secara maksimal bahkan optimal, untuk memberikan pertimbangan terbaik kepada Gubernur dan Wakil Gubernur NTT untuk memposisikan para pejabat sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi serta latar belakang ilmu yang dimiliki oleh sang pejabat tersebut. Meski harus diakui bahwa masih ada beberapa pejabat yang sebenarnya tidak atau belum pas untuk menduduki jabatan yang diembannya. Tapi yach…namanya kerja sistem, tentu para pejabat tersebut perlu menyesuaikan diri dengan mutu atau kualitas dan volume pekerjaan yang telah dipercayakan kepadanya.
Sementara di sisi yang lain, ada semacam “kasak-kusuk” di kalangan non pejabat (memang tidak semua) atau para staf pelaksana; yang tak sedap atau tak elok untuk didengar. Misalnya, ada yang mengatakan, mutasi dan promosi kali ini sesungguhnya hanya balas jasa politik kepada para pejabat yang telah sukses memenangkan Melki – Johni ke kursi Gubernur dan Wakil Gubernur NTT periode 2025-2030.
Ada pula yang mengaitkan kedekatan secara geneologis dan teritorial serta isu – isu primordial lainnya dari para pejabat yang dilantik tersebut dengan keberadaan Melki-Johni. Bahkan ada statemen yang lebih “ekstrim” menegaskan, mengapa Gubernur Melki Laka Lena mau melantik dan mengukuhkan para pejabat yang integritas dan moralitasnya sangat buruk. ”Masih ada pejabat yang lebih bersih koq,” ujar salah seorang staf yang tahun depan memasuki usia pensiun, dan meminta identitasnya tidak ditulis.
Di titik ini, muncul pertanyaan aksiologis yang bisa diajukan di sini. Benarkah mutasi dan promosi kali ini sungguh-sungguh telah memenuhi aspek-aspek normatif dan memberi faedah bagi proses penataan “mesin” birokrasi di lingkup Pemerintah Provinsi NTT sebagaimana yang diisyaratkan dalam UU Kepegawaian RI dan aneka regulasi lainnya? Ataukah mutasi dan promosi kali ini memang tidak bisa terlepas dari intervensi dan aneka ragam kepentingan politis yang melekat erat sebelum dan pasca suksesi Gubernur dan Wakil Gubernur NTT? Serta sejumlah pertanyaan lainnya yang bisa diajukan.
Hemat penulis, justru yang utama dan mendesak adalah pertanyaan ontologisnya adalah apakah kepercayaan, amanah, dan tanggung jawab yang telah diberikan kepada para pejabat yang telah dilantik dan dikukuhkan itu dapat dikerjakan dan dimintai pertanggungjawabannya atau tidak ? Ini yang harus dijawab oleh para pejabat itu. Sebab menjadi pejabat di era otonomi daerah dan reformasi seperti sekarang ini tidaklah mudah ! Karena para pejabat itu dituntut untuk memiliki kepekaan dan kompetensi yang diperlukan agar secara arif dan kreatif mampu menyelesaikan berbagai permasalahan dan tantangan akibat dari perubahan yang cepat dan penuh ketidakpastian ini.
Para pejabat tersebut juga dituntut untuk mampu menghadapi perubahan paradigma kepemerintahan (governance) atau yang dikenal dengan istilah good governance (kepemerintahan yang baik). Prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik antara lain pertama, akuntabilitas. Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atas kinerja dan tindakan kepada publik yang memiliki hak meminta pertanggungjawaban. Kedua, transparansi. Ketiga, keterbukaan (openess). Terbuka terhadap saran dan kritik yang disampaikan baik oleh bawahan maupun oleh publik/masyarakat. Keempat, berdasarkan hukum (rule of law) dan kelima, jaminan perlakuan yang adil atau kesetaraan.
Serentak dengan hal di atas, yang tidak kalah penting dan urgen untuk dimiliki oleh para pejabat adalah pertama, kesadaran diri; seorang pejabat harus memiliki pemahaman tentang jati dirinya yang tercermin dari sikap sabar, teguh pendirian, memiliki integritas tinggi. Artinya, seorang pejabat harus memiliki keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional. Kedua, seorang pejabat dituntut untuk memiliki kemampuan mengelola dan atau menangani perubahan dan situasi ketidakpastian (uncertainty), ketidakteraturan (chaos) dan keserba-bertentangan (paradoxal). Ketiga, para pejabat juga dituntut untuk memiliki visi ke depan. Ia harus mampu menggerakkan seluruh jajaran organisasi agar mempunyai persamaan persepsi terhadap apa yang akan dicapai bersama, sehingga mampu menggerakkan organisasi sebagai organisasi pembelajaran yang dapat terus berkembang. Keempat, para pejabat juga dituntut untuk memiliki kejelasan sistem nilai yang dikembangkan bersama seluruh jajarannya sebagai pembentuk budaya organisasi yang akan mengembangkan jiwa, karsa, disiplin dan etos kerja. Dan kelima, para pejabat dituntut memiliki kemampuan untuk menggunakan kekuasaan secara arif dan bijaksana sehingga tidak terjadi penyalahgunaan jabatan dan penyimpangan dari amanah dan kekuasaan yang diemban. Kebijaksaan adalah puncak dari semua pemahaman yang dimiliki oleh sang pejabat.
Nah sampai di titik ini, hemat penulis sesungguhnya dapat dikatakan bahwa mutasi dan promosi pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi NTT bukanlah Panacea. Ini konsep yang diadopsi dari istilah dunia medis atau kesehatan. Panacea merupakan suatu obat mujarab yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Artinya, mutasi dan promosi tidak hanya dimaksudkan dalam rangka menata dan menyusun lembaga atau organisasi pemerintahan. Tetapi sesungguhnya mutasi dan promosi pejabat adalah rangkaian gerbong yang secara alamiah, tersistem, dan tersusun secara bijak untuk memposisikan para pejabat sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi serta ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Karenanya, selamat dan berbahagialah kepada para pejabat yang masih diberikan kepercayaan untuk memangku (bukan menduduki) jabatan sembari mengucapkan tabah dan tekunlah dalam berdoa serta berkarya bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemerintah Provinsi NTT yang tidak atau belum kebagian mendapat porsi dalam ’kabinet” Melki-Johni kali ini. Percayalah masih ada ruang, waktu dan kesempatan yang lain; meski ini semacam kalimat atau kata-kata penghiburan. Dalam semangat Ayo Bangun NTT, tidak ada yang mustahil. (*



