Monday, November 10, 2025
spot_img
More

    Latest Posts

    Cibiran di Tengah Kemenangan: Kisah Margaret dari Timur Yang Bermimpi Kuliah di Universitas Indonesia

    Di sebuah rumah sederhana di Kupang, Nusa Tenggara Timur, seorang gadis bernama Margaret menyambut tamu istimewa yang datang jauh-jauh dari Jakarta. Sosok itu adalah Pak Dibyo, dosen legendaris dari Universitas Indonesia. Mengenakan jas kuning kebesaran UI, beliau duduk terdiam, menahan tangis yang tak bisa tumpah—bukan karena kesedihan biasa, melainkan karena luka yang dalam, luka karena mendengar kisah perjuangan seorang anak bangsa yang nyaris tak dipercaya oleh lingkungannya sendiri.

    Margaret berhasil menembus Program Studi Psikologi Universitas Indonesia, kampus impian banyak anak muda di Indonesia. Namun, prestasi itu tidak disambut tepuk tangan. Justru cibiran yang datang silih berganti:

    “Miskin kok gaya-gayaan kuliah di Jakarta.”

    “Sudah tahu orang susah, ngapain mimpi tinggi?”

    Bukan hanya dari orang asing, bahkan dari guru di sekolah dan tetangga sendiri—orang-orang yang seharusnya menjadi barisan pendukung pertama dalam hidup Margaret.

    Namun Margaret tetap melangkah. Ia tahu bahwa masa depan tidak ditentukan oleh suara-suara sumbang, tapi oleh keberanian untuk tetap percaya pada mimpi sendiri.

    Pak Dibyo, yang sudah puluhan tahun mengajar di kampus terkemuka itu, datang ke rumah Margaret. Saat mendengar langsung kisah pahit perjuangan gadis itu, tak kuasa beliau menahan emosi.

    “Ini bukan hanya tentang Margaret,” ucapnya pelan. “Ini tentang bagaimana negeri ini masih sering mematikan mimpi anak-anak hebat hanya karena latar belakang mereka. Saya malu sebagai pendidik. Tapi saya bangga pada Margaret.”

    Hari itu, bukan hanya Margaret yang diuji. Kita semua diuji—apakah kita akan terus jadi penonton yang mencibir? Atau menjadi pelita bagi mereka yang sedang berjalan menembus gelapnya keterbatasan?

    Margaret telah membuktikan bahwa tak ada yang mustahil jika kita yakin, tekun, dan berani berdiri walau sendiri. Dan kini, langkahnya menuju UI menjadi bukti bahwa suara hati yang jernih lebih nyaring dari suara siapa pun yang meremehkan.

    Margareth bersama kedua orangtuanya. Foto : Ist

    Berjuang Ditengah Keterbatasan Ekonomi

    Perjuangan Margaret, siswi asal Kupang, Nusa Tenggara Timur, menembus Universitas Indonesia menjadi kisah yang menyentuh banyak orang. Gadis berprestasi itu membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi tak menjadi penghalang untuk meraih pendidikan tinggi.

    Margaret tidak berasal dari keluarga berada. Ia tinggal di rumah kayu sederhana bersama orangtuanya dan menjalani hari-hari yang penuh tantangan demi masa depan yang lebih baik.

    Namun di balik semangat dan mimpinya yang besar, Margaret harus menghadapi cibiran dari lingkungan sekitarnya. Ia sempat diremehkan oleh gurunya sendiri yang tak percaya ia bisa masuk kampus ternama seperti UI.

    Kisah inspiratif Margaret menarik perhatian dua dosen dari kampus besar di Indonesia. Imam Santoso, dosen dari Institut Teknologi Bandung yang juga dikenal sebagai influencer pendidikan, datang langsung ke Kupang untuk menemui Margaret.

    Ia tak sendiri. Imam datang bersama Dr. Sudibyo, dosen legendaris dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI yang juga menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Pengembangan Minat dan Bakat Mahasiswa UI. Kehadiran mereka disambut haru oleh Margaret dan keluarganya.

    Dengan berlinang air mata, Margaret mengisahkan pengalaman pahit yang ia alami di sekolah. Ia mengaku pernah diolok oleh gurunya sendiri hanya karena mengungkapkan mimpi kuliah di Universitas Indonesia.

    “Udah stop mimpi tinggi-tinggi, Diomongin ulang-ulang kayak gitu. ‘Kamu mau ke UI bayar sekolah aja masih nunggak’,” kata Margaret, dikutip dari Instagram @santosoim pada Jumat (25/7).

    Ia menuturkan bahwa gurunya bahkan menyebut dirinya terlalu banyak gaya hanya karena ingin kuliah di luar daerah. Ucapan itu terus membekas dalam pikirannya dan sempat membuatnya kehilangan semangat.

    “‘Miskin banyak gaya, mau kuliah jauh’. Kalau ketemu saya, diomongin terus, yang kuliah-kuliah di luar itu yang papa mamanya pejabat, PNS,” kata Margaret sambil menangis.

    Cibiran itu nyaris membuat Margaret menyerah. Ia sempat berpikir untuk tidak mendaftar ke universitas impiannya dan mengubur dalam-dalam cita-citanya.

    “Sempat tidak mau daftar,” ucapnya lirih.

    Namun dua hari menjelang penutupan Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), ia kembali membulatkan tekad. Margaret mendaftar ke Fakultas Psikologi UI secara diam-diam tanpa sepengetahuan orangtuanya.

    Di hari pengumuman hasil seleksi, Margaret tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Namanya tertera sebagai mahasiswa baru Fakultas Psikologi UI.

    Ayah Margaret hanya seorang kuli bangunan. Untuk membiayai kebutuhan Margaret, sang kakak ikut turun tangan dan bekerja siang malam demi adik yang dicintainya.

    Kakaknya bekerja dari pagi hingga sore, lalu lanjut kerja tambahan sampai pukul dua dini hari demi membantu biaya hidup Margaret. Semua itu dilakukan sejak mengetahui Margaret lolos ke UI.

    Kini, prestasi Margaret menjadi jawaban atas segala keraguan dan cibiran yang ia terima. Ia berhasil membungkam suara-suara sumbang yang dulu menertawakan mimpinya.

    Warganet pun turut memberikan dukungan setelah video pertemuan tersebut beredar di media sosial. Banyak yang terharu dengan perjuangan Margaret dan berharap kisahnya bisa menjadi inspirasi.

    Sumber : (Sumber : Akun FB – Ninie Wahliani dan https://www.brilio.net)

    Latest Posts

    spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

    Don't Miss

    Stay in touch

    To be updated with all the latest news, offers and special announcements.