KUPANG, fortuna.press – Biro Perekonomian Setda NTT dan DPC HISNAWA MIGAS NTT menggelar rapat bersama guna membahas Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Tanah dan Tambahan PPN di ruang rapat asisten, gedung Sasando Kantor Gubernur NTT Jumat (25/7).
Rapat koordinasi itu dilakukan menyusul surat Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (DPC HISNAWA MIGAS) NTT perihal permohonan evaluasi Harga Jual Tertinggi (HJT) minyak tanah dengan penerapan tambahan PPN pada tanggal 1 Juli 2025
Kegiatan itu dibuka secara resmi oleh Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi NTT Flouri Rita Wuisan dan dihadiri perwakilan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag), Biro Hukum, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kupang, PT. Pertamina (Persero) Kupang dan DPC HISNAWA MIGAS.
Dalam sambutannya Asisten II Setda NTT Flouri Rita Wuisan memaparkan beberapa substansi persoalan yang akan dibahas bersama. Wuisan saat itu didampingi oleh Kepala Biro Perekonomian dan Adminisitrasi Pembangunan Selfi H. Nange serta Analis Kebijakan Ahli Madya Ernes D. Hamel.
Selaku moderator Selfi H. Nange, memberikan kesempatan kepada Dirjen Pajak untuk menjelaskan tentang regulasi terkait.
Ali Mustofa dari KPP Pratama menyatakan bahwa ada dua pajak yang diteliti terkait dengan penjualan minyak tanah yang pertama adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan yang kedua adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dari pihak DPC HISNAWA MIGAS, Alain Niti Susanto menyampaikan keberatannya atas penetapan pajak.
Pihaknya meminta penundaan PPN setelah Penetapan HET direvisi sesuai dengan usulannya yang mana Hiswana Migas mengusulkan penyesuaian kembali Keputusan Gubernur NTT No.186/Kep/HK/2023 dengan pengenaan PPN atas selisih harga sebagai berikut: Dari agen ke pangkalan sebelumnya Rp.3.500/Liter menjadi Rp. 3.600/Liter. Harga di pangkalan, dari sebelumnya Rp. 4.000/Liter menjadi Rp. 4.100/Liter.
Menjawab pertanyaan dari Analis Kebijakan Ahli Madya Ernes D. Hamel mengenai pihak yang bertanggungjawab dalam pengawasan HET, Pihak Disperindag, Yesua Kollo selaku Pengawas perdagangan mengatakan bahwa mereka tidak ada kewenangan dalam mengawasi sebab telah dialihkan ke Kabupaten/Kota.
Hal serupa juga disampaikan oleh pihak ESDM, Febronia W. P. Usboko bahwa sejak tahun 2014 sudah tidak diberi wewenang dari segi penetapan dan pengawasan HET.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Perekonomian dan Administrasi Pembangunan, Selfi H. Nange, meminta agar pihak DPC HISNAWA MIGAS menyampaikan keberatan melalui surat kepada Dirjen Pajak terkait usulannya dan tembusannya disampaikan ke Pemerintah Provinsi NTT.
Sedangkan untuk pihak Dirjen Pajak diharapkan dapat menyampaikan temuan pajaknya. Untuk saat ini, belum ada urgensi untuk membuat perubahan HET minyak tanah, katanya. (rilis/42na)



